Jepang Yang Cantik, Jepang Yang Naif
Dahulu
sebelum wabah operasi plastik mempercantik Korea Selatan, kaum Hawa
asal Jepang merupakan primadona buat mayoritas kaum Adam di dunia.
Dua faktor sederhana yang jadi tolok ukurnya, mereka cantik (alami) tapi punya kesan naif. Kecantikannya mampu memabukkan, kenaifannya begitu menggemaskan. Namun faktor kedua bisa seketika membuat hati sang hawa yang terpikat patah, karena ketika kebosanan melanda, sang Adam bisa dengan mudah mencampakkannya.
Itulah yang kemudian terjadi pada timnas Jepang, dalam salah satu partai terbaik sepanjang sejarah Piala Dunia, Selasa (3/7) dini hari WIB.
Menghadapi Belgia yang masih diperkuat generasi terbaik dalam sejarah sepakbolanya, Jepang jelas bukan unggulan. Negeri Matahari Terbit sejatinya sudah cukup bersyukur bisa kembali mencapai babak 16 besar, yang jadi pencapaian terbaiknya di Piala Dunia. Apalagi menilik status kelolosan mereka dari Grup E .
Inferioritas Jepang kemudian terpampang sepanjang babak pertama laga, yang dihelat di Rostov Arena. Tim asuhan Akira Nishino tidak bermain buruk memang, tapi Belgia jelas merupakan tim yang lebih baik.
Axel Witsel cs sanggup meraih 55 persen penguasaan bola, melepaskan sepuluh tembakan berbanding empat, dan punya akurasi umpan yang lebih tinggi di angka 86 persen. Walaupun faktanya, urung hadir peluang mencetak gol berarti.
Namun setidaknya statistik yang tersaji, sudah layak hadirkan hipotesis bahwa Belgia tinggal menunggu waktu saja untuk mencetak gol, menang, dan bersiap melawan Brasil di perempat-final.
Hipotesis itu memang akhirnya jadi sintesis. Tapi tesis yang terjadi, jauh bertolak dari teori liar para penonoton, pandit, sampai para pelakunya di atas lapangan. Jepang secara mengejutkan menampilkan performa cantik yang memantik hasil.
Hanya dalam tempo tujuh menit sejak babak kedua dimulai, papan skor memaparkan keunggulan 2-0 untuk Tim Samurai Biru. Prosesnya brilian, lewat serangan balik. Gol pertama berkat tembakan menyusur tanah nan akurat Genki Haraguchi, sementara gol kedua melalui dentuman spektakuler Takashi Inui dari luar kotak penalti.
Bayang-bayang lolos ke delapan besar untuk kali perdana tampak nyata, kendati pertandingan masih sisakan 38 menit waktu normal. Naif, alih-alih pragmatis mempertahankan hasil, Jepang justru terus mengusung permainan cantiknya.
Atas dasar mempertahankan adrenalin para penikmat, atas dasar bahwa sepakbola haruslah menghibur, Jepang mengkhianati hasratnya untuk meraih hal terpenting dari semua jenis permainan: menang.
Dua faktor sederhana yang jadi tolok ukurnya, mereka cantik (alami) tapi punya kesan naif. Kecantikannya mampu memabukkan, kenaifannya begitu menggemaskan. Namun faktor kedua bisa seketika membuat hati sang hawa yang terpikat patah, karena ketika kebosanan melanda, sang Adam bisa dengan mudah mencampakkannya.
Itulah yang kemudian terjadi pada timnas Jepang, dalam salah satu partai terbaik sepanjang sejarah Piala Dunia, Selasa (3/7) dini hari WIB.
Menghadapi Belgia yang masih diperkuat generasi terbaik dalam sejarah sepakbolanya, Jepang jelas bukan unggulan. Negeri Matahari Terbit sejatinya sudah cukup bersyukur bisa kembali mencapai babak 16 besar, yang jadi pencapaian terbaiknya di Piala Dunia. Apalagi menilik status kelolosan mereka dari Grup E .
Inferioritas Jepang kemudian terpampang sepanjang babak pertama laga, yang dihelat di Rostov Arena. Tim asuhan Akira Nishino tidak bermain buruk memang, tapi Belgia jelas merupakan tim yang lebih baik.
Axel Witsel cs sanggup meraih 55 persen penguasaan bola, melepaskan sepuluh tembakan berbanding empat, dan punya akurasi umpan yang lebih tinggi di angka 86 persen. Walaupun faktanya, urung hadir peluang mencetak gol berarti.
Namun setidaknya statistik yang tersaji, sudah layak hadirkan hipotesis bahwa Belgia tinggal menunggu waktu saja untuk mencetak gol, menang, dan bersiap melawan Brasil di perempat-final.
Hipotesis itu memang akhirnya jadi sintesis. Tapi tesis yang terjadi, jauh bertolak dari teori liar para penonoton, pandit, sampai para pelakunya di atas lapangan. Jepang secara mengejutkan menampilkan performa cantik yang memantik hasil.
Hanya dalam tempo tujuh menit sejak babak kedua dimulai, papan skor memaparkan keunggulan 2-0 untuk Tim Samurai Biru. Prosesnya brilian, lewat serangan balik. Gol pertama berkat tembakan menyusur tanah nan akurat Genki Haraguchi, sementara gol kedua melalui dentuman spektakuler Takashi Inui dari luar kotak penalti.
Bayang-bayang lolos ke delapan besar untuk kali perdana tampak nyata, kendati pertandingan masih sisakan 38 menit waktu normal. Naif, alih-alih pragmatis mempertahankan hasil, Jepang justru terus mengusung permainan cantiknya.
Atas dasar mempertahankan adrenalin para penikmat, atas dasar bahwa sepakbola haruslah menghibur, Jepang mengkhianati hasratnya untuk meraih hal terpenting dari semua jenis permainan: menang.
Bandar Resmi Agen Bola SBOBET Terpercaya
Min DP Rp 25.000/WD Rp 50.000
Indosuperbet | |
D993092B | |
+6282291191911 |
No comments